MENGENAL MACAM-MACAM TA' MARBUTHAH (ة)

Dalam gramatikal bahasa Arab, ta’ marbuthah merupakan ta’ yang pada umumnya menunjukkan bahwa isim yang dimasukinya berkategori mu’annats, dalam posisi semacam ini, posisi ta’ mabuthah sedang berfungsi (لِلتَّأْنِيْثِ) sebagai tanda mu’annats.

Akan tetapi dalam tataran selanjutnya, ta’ mabuthah tidak melulu berfungsi sebagai tanda mu’annats, ada fungsi-fungsi lain yang juga dimiliki oleh ta’ marbuthah, fungsi-fungsi dimaksud adalah:

1. لِلْوَحْدَةِ

Yang dimaksud dengan li al-wahdah dalam ta’ marbuthah adalah ta’ yang menunjukkan arti satu / tunggal.

Contoh: هٰذِهِ شَجَرَةٌ  

Artinya: “Ini adalah sebuah pohon”.

(Ta’ yang ada dalam lafadz شَجَرَةٌ merupakan ta’ yang menunjukkan li al-wahdah karena ketika ta’ tersebut dibuang sehingga dibaca شَجَرٌ, maka tidak akan lagi memiliki makna “sebuah pohon”, melainkan berubah arti menjadi “pohon”).

2. لِلْمُبَالَغَةِ

Yang dimaksud dengan li al-mubalaghah dalam ta’ marbuthah adalah ta’ yang menunjukkan arti “sangat”.

Contoh: قَالَ اْلإِمَامُ الْعَلاَّمَةُ شَمْسُ الدِّيْنِ

Artinya: “Seorang Imam yang sangat ‘alim yang bernama Syamsuddin telah berkata”.

(Ta’ yang ada dalam lafadz الْعَلَّامَةُ merupakan ta’ yang menunjukkan li al-mubalaghah karena ketika ta’ tersebut dibuang, maka maknanya pun tidak lagi “yang sangat ‘alim”).

 

3. لِلْعِوَضِ

Yang dimaksud dengan li al-‘iwadl dalam ta’ marbuthah adalah ta’ yang merupakan pengganti dari huruf asli yang dibuang.

Contoh: الصِّدْقُ صِفَةٌ مَحْمُوْدَةٌ

Artinya: “Jujur adalah sifat yang terpuji ”.

(ta’ yang ada dalam lafadz صِفَةٌ merupakan ta’ pengganti dari fa’fi’il yang dibuang. Lafadz صِفَةٌ berasal dari fi’il madli وَصَفَ).

4. لِلدَّلَالَةِ عَلَى النَّسَبِ

Yang dimaksud dengan li al-dilalati ‘ala al-nasab dalam ta’ marbuthah adalah ta’ yang menunjukkan nasab/kebangsaan. Contoh: قَالَ الشَّافِعِيَّةُ

Artinya: “Kalangan ulama pengikut syafi’i telah berkata”.

(Ta’ yang ada dalam lafadz الشَّافِعِيَّةُ merupakan ta’ yang menunjukkan nasab atau penggolongan).

 _________ Sumber : www.albidayahjember.com _________
𝗣𝗲𝗿𝗶𝗵𝗮𝗹 𝗜𝗻𝗳𝗼 𝗹𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗽 𝐌𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞 𝐀𝐥 𝐁𝐢𝐝𝐚𝐲𝐚𝐡, 𝗰𝗲𝗸 𝗹𝗶𝗻𝗸 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗸𝘂𝘁 :  https://yubi.id/metodealbidayah

 

ISTILAH DLAMIR DAN MACAM-MACAMNYA

Dalam gramatikal bahasa Arab, istilah “dlamir” tidak melulu diarahkan pada pengertian “kata ganti” dari isim Dhahir, baik mewakili mutakallim, mukhatab maupun ghaib. Istilah “dlamir” ada kalanya memang didefinisikan demikian, akan tetapi ada kalanya didefinisikan dengan pengertian yang lainnya.

Dalam skala yang lebih luas, ada 3 istilah “dlamir” yang sering digunakan, yaitu: 1) isim dlamir, 2) dlamir sya’n dan 3) dlamir fashl.

1. Isim dlamir (الْاسْمُ الضَّمِيْرُ)

Istilah isim dlamir merupakan istilah yang biasa dikenal dan merujuk pada pengertian “kata ganti” yang secara umum menggantikan posisi orang yang berbicara(mutakallim), orang yang diajak bicara(mukhatab), dan menggantikan posisi orang atau sesuatu yang dibicarakan (gha’ib).

Contoh:

  • Mutakallim : أَنَا
  • Mukhatab : أَنْتَ
  • Gha’ib : هُوَ

2. Dlamir sya’n (ضَمِيْرُ الشَّأْنِ)

yaitu dlamir yang mendahului sebuah jumlah. Dlamir ini pada umumnya dikenal dengan dlamir yang tidak memiliki marji’al-dlamir, meskipun berbentuk ghaib. Pada umumnya dlamir ini tertulis dalam bentuk ghaib, bisa jadi mudzakkar atau muannats. Sebenarnya dlamir ini dijelaskan oleh jumlah yang jatuh sesudahnya.

Contoh:

  • قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

Artinya: “katakanlah (wahai Muhammad): "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

(Lafadz هُوَ adalah dlamir sya’n karena jatuh mendahului jumlah dan tidak memiliki marji’ al-dlamir).

  • وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللهِ يَدْعُوْهُ كَادُوْا يَكُوْنُوْنَ عَلَيْهِ لِبَدًا

Artinya: “dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu berdesakan mengerumuninya”.

(Lafadz هُ  adalah dlamir sya’n karena jatuh mendahului jumlah dan tidak memiliki marji’ al-dlamir).

  • فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوْبُ الَّتِي فِي الصُّدُوْرِ

Artinya: “Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.

(Lafadz هَا adalah dlamir sya’n karena jatuh mendahului jumlah dan tidak memiliki marji’ al-dlamir).

3. Dlamir fashl (ضَمِيْرُ الْفَصْلِ)

yaitu dlamir yang berfungsi sebagai pemisah antara mubtada’ dan khabarnya. Dlamir ini menegaskan bahwa yang jatuh sesudahnya pasti berkedudukan sebagai khabar. Dlamir fashl ini termasuk dalam kategori huruf oleh sebab itu tidak memiliki hukum i’rab.

Contoh:

  • الْكَلَامُ هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ

Artinya: “kalam adalah lafadz yang tersusun”.

(Lafadz  هُوَ disebut sebagai dlamirfashl karena menjadi pemisah dan terletak di antara mubtada’ dan khabar. Karena ditentukan sebagai dlamirfashl, maka ia termasuk dalam kategori huruf yang tidak memiliki kedudukan i’rab).

  • أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

(Lafadz هُمْ disebut sebagai dlamirfashl karena menjadi pemisah dan terletak di antara mubtada’ dan khabar. Karena ditentukan sebagai dlamir fashl, maka ia termasuk dalam kategori huruf yang tidak memiliki kedudukan i’rab).

 _________ Sumber : www.albidayahjember.com _________
𝗣𝗲𝗿𝗶𝗵𝗮𝗹 𝗜𝗻𝗳𝗼 𝗹𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗽 𝐌𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞 𝐀𝐥 𝐁𝐢𝐝𝐚𝐲𝐚𝐡, 𝗰𝗲𝗸 𝗹𝗶𝗻𝗸 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗸𝘂𝘁 :  https://yubi.id/metodealbidayah

ANTARA MASHDAR DAN ISIM MASHDAR

Dalam konteks gramatika bahasa Arab, terdapat perbedaan pengertian antara “mashdar” dan “isim mashdar”. Istilah “mashdar” selalu merujuk pada pengertian; kata dasar yang bentuk pelafadzannya sesuai dan bahkan sama persis dengan yang dihasilkan dalam proses tashrif ishtilahi, atau bisa diterjemahkan dengan “lafadz yang berada pada posisi ke-tiga dalam tashrif isthilahiy”.  

Sedangkan “isim mashdar” merujuk pada pengertian; kata dasar yang bentuk pelafadzannya tidak sesuai dengan yang dihasilkan dalam proses tashrif istilahi. Contoh: lafadz صَلَاةً dan زَكَاةً  merupakan bentuk isim mashdar dari fi’il صَلَّى  dan زَكَّى, sedangkan mashdar dari dua fi’il ini adalah تَصْلِيَةً  dan تَزْكِيَةً  .

Lebih lanjut mengenai perbedaan mashdar maupun isim mashdar, Najmuddin Muhammad ibn al-Hasan al-Istarabadzi menyampaikan pendapat sekaligus menyetir pendapat Ibn Malik yang berbunyi:

وَمَدَارُ الْفَرْقِ بَيْنَهُمَا عَلَى أَنَّ الْاِسْمَ الدَّالَّ عَلَى الْحَدَثِ إِنِ اشْتَمَلَ عَلَى جَمِيْعِ حُرُوْفِ الْفِعْلِ لَفْظًا أَوْ تَقْدِيْرًا أَوْ بِالتَّعْوِيْضِ فَهُوَ مَصْدَرٌ، سَوَاءٌ أَزَادَتْ حُرُوْفُهُ عَنْ حُرُوْفِ الْفِعْلِ أَمْ سَاوَتْ حُرُوْفُهُ حُرُوْفَهُ، وَإِلَّا فَهُوَ اِسْمُ مَصْدَرٍ، فَمِثَالُ الْمَصْدَرِ التَّوَضُّؤُ وَالْقِتَالُ بِالنِّسْبَةِ لِقَاتَلَ وَالْعِدَةُ بِالنِّسْبَةِ لِوَعَدَ وَالْاِعْلَامُ بِالنِّسْبَةِ لِاَعْلَمَ، وَمِثَالُ اسْمِ الْمَصْدَرِ الْغُسْلُ بِالنِّسْبَةِ إِلَى اِغْتَسَلَ وَالْعَطَاءُ بِالنِّسْبَةِ لِاَعْطَى وَالْكَلَامُ بِالنِّسْبَةِ لِكَلَّمَ،.

Najmuddin Muhammad ibn al-Hasan al-Istarabadzi, Syarh Syafiyah ibn al-Hajib (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1975), I, 160. Bandingkan dengan: Muhammad Abdul ‘Aziz al-Najjar, Dliya’ al-Salik ila Audlah al-Masalik (Muassasat al-Risalah, 2001), III, 3.

 _________ Sumber : www.albidayahjember.com _________
𝗣𝗲𝗿𝗶𝗵𝗮𝗹 𝗜𝗻𝗳𝗼 𝗹𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗽 𝐌𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞 𝐀𝐥 𝐁𝐢𝐝𝐚𝐲𝐚𝐡, 𝗰𝗲𝗸 𝗹𝗶𝗻𝗸 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗸𝘂𝘁 :  https://yubi.id/metodealbidayah
 

MENGENAL MACAM-MACAM ALIF DALAM ILMU NAHWU

Huruf alif di dalam bahasa Arab merupakan huruf yang memiliki multipredikat, dan dari sekian predikat yang disandangnya, masing-masing memiliki konsekuensi tersendiri, baik dari segi penyikapannya dalam i’rab maupun pengaruhnya terhadap kesimpulan murad. Olehnya, dirasa perlu ada penjelasan sebagai rambu-rambu untuk membedakan antara satu dengan yang lain.

Dalam gramatikal bahasa Arab, minimal ada lima alif yang dikenal, yaitu :

1. Alif Tatsniyah

Alif Tatsniyah berkategori isim, sehingga ia memiliki kedudukan i’rab, yaitu rafa’, baik sebagai fa’il atau naib al-fa’il. Alif ini selalu terdapat atau bersambung dengan kalimah fi’il, baik fi’il madli, mudlari’ atau fi’il amar. Contoh: نَصَرَا (fi’il madli), يَنْصُرَانِ (fi’il mudlari) dan اُنْصُرَا (fi’il amar). Semua alif yang terdapat di dalam contoh ini berkategori isim, yaitu dlamir bariz muttashil marfu’.

2. Alif Tanda I’rab

Alif Tanda I’rab berkategori huruf, sehingga ia tidak memiliki kedudukan I’rab. Alif ini masuk pada kalimah isim. Alif tanda I’rab ini terkadang menunjukkan I’rab rafa’, yaitu ketika masuk pada isim tatsniyah, contoh جَاءَ رَجُلَانِ dan terkadang menunjukkan I’rab nashab, yaitu ketika masuk pada al-asma’ al-khamsah, contoh: رَأَيْتُ اَبَاكَ .

3. Alif Tariqah

Alif fariqah berkategori huruf, sehingga ia tidak memiliki kedudukan I’rab. Alif ini berfungsi untuk membedakan bahwa wawu yang jatuh sebelumnya adalah wawu jama’, bukan yang lain, contoh: نَصَرُوْا.

4. Alif Lazimah

Alif lazimah adalah alif asli (yang pada waktu rafa’, nashab dan jernya tidak mungkin mengalami perubahan) yang terdapat diakhir sebuah kalimah isim yang harakat huruf sebelum akhirnya adalah fathah. Alif ini pada akhirnya akan menjadikan sebuah kalimah isim disebut sebagai isim maqshur yang semua i’rabnya (rafa’, nashab dan jer) bersifat taqdiriy. Contoh مُوْسَى .

5. Alif isyba’

Alif isyba’ adalah alif yang muncul akibat dari ithalat al-harakat (pemanjangan harakat). Pemanjangan harakat fathah memunculkan alif isyba’, pemanjangan harakat kasrah memunculkan ya’ isyba’ dan pemanjangan harakat dlammah memunculkan wawu isyba’. Alif isyba’ seringkali terjadi dalam konteks syi’ir atau nadham. Contoh:

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ قَدْ وَفَّقَا * لِلْعِلْمِ خَيْرِ خَلْقِهِ وَلِلتُّقَى

Alif yang terdapat dalam lafadzوَفَّقَا  bukan merupakan alif tatsniyah, tapi alif isyba’ yang terlahir dari pemanjangan harakat fathah huruf qaf (ق) pada lafadz وَفَّقَ (yang merupakan akhir dari paruh bait yang pertama) dalam rangka menyesuaikan dengan lafadz وَلِلتُّقَى (yang merupakan akhir paruh bait yang kedua).

 _________ Sumber : www.albidayahjember.com _________
𝗣𝗲𝗿𝗶𝗵𝗮𝗹 𝗜𝗻𝗳𝗼 𝗹𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗽 𝐌𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞 𝐀𝐥 𝐁𝐢𝐝𝐚𝐲𝐚𝐡, 𝗰𝗲𝗸 𝗹𝗶𝗻𝗸 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗸𝘂𝘁 :  https://yubi.id/metodealbidayah

 

TENTANG LAULA (لَوْلَا)

 

Salah satu sebab yang menjadikan tingkat kesulitan membaca dan memahami teks Arab semakin tinggi adalah multi fungsi  yang dimiliki oleh satu lafadz. Salah satu contohnya adalah tentang lafadz لَوْلَا. Lafadz لَوْلَا memiliki multi fungsi yang tentunya antara fungsi yang satu dengan yang lain memiliki pengertian yang berbeda.

Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi  yang dimiliki  oleh lafadz لَوْلَا  ada tiga, yaitu: 1. حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ , 2. حَرْفُ تَوْبِيْخٍ[1] dan 3. حَرْفُ تَحْضِيْضٍ[2] .

1. Lafadz لَوْلَا dianggap memiliki fungsi حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ

ketika ia masuk pada jumlah ismiyyah. Merupakan sebuah kepastian bahwa jumlah ismiyah yang dimasuki oleh lafadz لَوْلَا yang disebutkan hanyalah mubtada’nya  saja,  sedangkan khabarnya pasti dibuang yang ditakwil dengan lafadz مَوْجُوْدٌ  atau حَاصِلٌ. lafadzلَوْلَا yang memiliki fungsi sebagai حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ  mengandung “makna syarat” sehingga pasti memiliki jawab syarat. lafadz لَوْلَا yang memiliki fungsi sebagai حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ  pasti dilengkapi oleh dua jumlah; yang pertama adalah jumlah ismiyyah dimana khabarnya pasti dibuang dan yang kedua adalah jumlah fi’liyyah atau jumlah ismiyah yang dimasuki كَانَ yang berfungsi sebagai jawab syarat.

Yang dimaksud dengan حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ adalah tercegahnya realisasi dari jumlah yang kedua karena adanya jumlah yang pertama. Lafadz لَوْلَا yang memiliki fungsi sebagai حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ dari sisi arti biasa diterjemahkan dengan: “seandainya tidak/bukan“. Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut:

لَوْلَا خَالِدٌ لَسَافَرَ مُحَمَّدٌ : “seandainya tidak ada Khalid, maka Muhammad pasti bepergian” (Muhammad tidak jadi bepergian karena adanya Khalid)

Lafadz  لَوْلَا dalam contoh di atas disebut sebagai حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ karena ia masuk pada jumlah ismyiyah. jumlah ismiyyah yang dimasuki لَوْلَا hanya disebutkan mubtada’nya saja (yaitu lafadz  خَالِدٌ), sedangkan khabarnya dibuang (yaitu  berupa lafadz مَوْجُوْدٌ ), sementara  jumlah yang selanjutnya  yang berfungsi sebagai jawab syarat dari لَوْلَا adalah jumlah fi’liyyah yang berupa سَافَرَ مُحَمَّدٌ  . Yang dimaksud dengan حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ adalah tercegahnya realisasi dari jumlah yang kedua karena adanya jumlah yang pertama. Karena demikian, maka  contoh di atas dapat dimaknai dengan “kepergian Muhammad menjadi tercegah karena adanya Khalid”

  • فَلَوْلَا فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ : “seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, pasti kamu termasuk orang yang rugi”. (Kamu tidak jadi termasuk orang yang merugi karena adanya karunia dan Rahmat Allah I).

Lafadz  لَوْلَا  dalam contoh di atas disebut sebagai حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ karena ia masuk pada jumlah ismiyyah. jumlah ismiyyah yang dimasuki لَوْلَا hanya  disebutkan mubtada’nya saja (yaitu lafadz فَضْلُ اللهِ), sedangkan khabarnya  dibuang (yaitu  berupa lafadz مَوْجُوْدٌ), sementara  jumlah yang selanjutnya  yang berfungsi sebagai jawab syarat dari لَوْلَا adalah jumlah ismiyyah yang berupa لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ. Yang dimaksud dengan حَرْفُ امْتِنَاعٍ لِوُجُوْدٍ adalah tercegahnya realisasi dari jumlah yang kedua karena adanya jumlah yang pertama. Karena demikian, maka  contoh di atas dapat dimaknai dengan “ kamu termasuk orang yang merugi menjadi tercegah karena adanya karunia dan Rahmat Allah”

2. Lafadz لَوْلَا   dianggap memiliki fungsi تَوْبِيْخ atau تَحْضِيْض

Dianggap memiliki fungsi تَوْبِيْخ atau تَحْضِيْض ketika masuk pada jumlah fi’lyiyah. Disebut memiliki fungsi تَوْبِيْخ ketika fi’il yang digunakan dalam jumlah fi’liyyah adalah fi’il madli, dan disebut memiliki fungsi تَحْضِيْض ketika fi’il yang digunakan dalam jumlah fi’liyyah adalah fi’il mudlari’. Lafadz لَوْلَا yang memiliki fungsi تَوْبِيْخ atau تَحْضِيْض tidak memiliki makna syarat, sehingga tidak membutuhkan jawab syarat.

Perbedaan antara تَوْبِيْخ dan تَحْضِيْض terletak pada: تَوْبِيْخ merupakan anjuran yang bernada negatif, sedangkan تَحْضِيْض merupakan anjuran yang bernada positif. Lafadz لَوْلَا ketika masuk pada jumlah fi’iliyyah, apakah berfungsi sebagai تَوْبِيْخ, ataukah berfungsi sebagai تَحْضِيْض memiliki arti yang sama, yaitu: “mengapa tidak”. Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut:

لَوْلَا اجْتَهَدْتَ        :mengapa kamu tidak bersungguh-sungguh”.

Lafadz لَوْلَا yang terdapat dalam contoh di atas memiliki fungsi تَوْبِيْخ  karena di samping ia masuk pada jumlah fi’liyyah, fi’il yang digunakan dalam jumlah fi’liyyah dimaksud merupakan fi’il madli (اِجْتَهَدَ). Karena demikian, maka ungkapan di atas merupakan anjuran yang bernada negatif.

لَوْلَا تَسْتَغْفِرُوْنَ اللهَ  : mengapa kamu semua tidak memohon ampun kepada Allah”

Lafadz لَوْلَا  yang terdapat dalam contoh di atas memiliki fungsi تَحْضِيْض karena di samping ia masuk pada jumlah fi’liyyah, fi’il yang digunakan dalam jumlah fi’liyyah dimaksud  merupakan fi’il mudlari’ (تَسْتَغْفِرُوْنَ). Karena demikian, maka ungkapan di atas merupakan anjuran yang bernada positif.

___________

[1] Dari sisi Bahasa lafadz تَوْبِيْخ merupakan bentuk Masdar dari وَبَّخَ – يُوَبِّخُ – تَوْبِيْخًا yang berarti "mencela, menegur, mendamprat”.

[2] Dari sisi Bahasa lafadz تَحْضِيْض merupakan bentuk Masdar dari حَضَّضَ – يُحَضِّضُ- تَحْضِيْضًا yang berarti “mengajak, mendorong, menganjurkan”.

 _________ Sumber : www.albidayahjember.com _________
𝗣𝗲𝗿𝗶𝗵𝗮𝗹 𝗜𝗻𝗳𝗼 𝗹𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗽 𝐌𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞 𝐀𝐥 𝐁𝐢𝐝𝐚𝐲𝐚𝐡, 𝗰𝗲𝗸 𝗹𝗶𝗻𝗸 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗸𝘂𝘁 :  https://yubi.id/metodealbidayah